Biografi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Biografi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab berikut ini disusun oleh Abdurrazzaq bin Shalih An-Nahmi, salah seorang thalibul ilmi di Darul Hadits Dammaj, di mana riset beliau terhadap karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdulwahhab yang berjudul “Ar-Radd ‘ala Ar-Rafidhah” mendapat pujian dari banyak ulama Yaman. Setidaknya lima orang ulama besar Yaman memberikan rekomendasi untuk membaca hasil riset beliau tersebut yang insya Allah dalam waktu dekat akan hadir terjemahannya di negeri kita biidznillahi ta’ala.

Biografi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab yang beliau tulis adalah sebagai berikut:

1. Nasab dan pertumbuhan beliau

Beliau adalah Asy-Syaikh Al-Imam Al-Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barra bin Musyrif At-Tamimi.

Kelahiran Beliau
Beliau rahimahullah dilahirkan pada tahun 1115 dari Hijrah Nabi –semoga shalawat dan salam yang paling afdhal tercurah atas beliau- di kota ‘Uyainah yang masih masuk wilayah Najd, sebelah barat dari kota Riyadh, jaraknya dengan kota Riyadh sekitar perjalanan 70 km.

Pertumbuhan Beliau
Beliau tumbuh dan besar di negeri ‘Uyainah dan menimba ilmu di sana. Beliau hafal Al-Qur’an sebelum umur 10 tahun. Beliau seorang yang jenius dan cepat memahami. Di bawah asuhan bapaknya sendiri beliau belajar fikih mazhab Hambali, tafsir, hadits, aqidah dan beberapa bidang ilmu syar’i serta bahasa. Beliau sangat menaruh perhatian besar terhadap kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim rahimahumallah, sehingga beliau terpengaruh oleh keduanya dan berjalan di atas jalan mereka dalam mementingkan masalah aqidah yang benar, mendakwahkannya, membelanya dan memperingatkan dari perbuatan menyekutukan Allah, bid’ah serta khurafat.

2. Perjalanan beliau dalam menuntut ilmu

Beliau mengadakan rihlah (perjalanan) menuju Mekkah untuk menunaikan kewajiban haji dan mencari bekal ilmu syar’i. Kemudian beliau rihlah ke Madinah Nabawiyyah dan di sana bertemu dengan dua syaikh yang alim lagi mulia, yang mana keduanya mempunyai pengaruh terbesar dalam kehidupan beliau, mereka adalah Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif An-Najdi dan Asy-Syaikh Muhammad Hayah bin Ibrahim As-Sindi. Lantas beliau rihlah ke Bashrah dan beliau mendengarkan hadits, fikih dan membacakan nahwu kepada gurunya sampai menguasainya. Kemudian beliau rihlah ke daerah Ahsa’ dan bertemu dengan syaikh-syaikh Ahsa’, di antaranya Abdullah bin Abdul Lathif seorang hakim.

3. Kiprah Beliau dalam Menyerukan Tauhid

Beliau pulang ke daerah Huraimala’, karena ayah beliau dulunya seorang hakim di ‘Uyainah, lantas terjadi pertentangan antara beliau dengan pemimpin ‘Uyainah sehingga beliau pindah ke Huraimala’ pada tahun 1139 dan menetap di sana menyeru kepada tauhid dan memperingatkan dari kesyirikan sampai ayah beliau meninggal pada tahun 1153 H.

Lantas sebagian orang-orang jelek lagi jahat melakukan konspirasi untuk mencelakakan beliau disebabkan beliau senantiasa mengingkari kefasikan dan kejahatan mereka, sampai-sampai mereka hendak membunuh beliau. Kemudian beliau beritahukan perihal mereka kepada beberapa orang sehingga akhirnya mereka lari. Lalu setelah konspirasi tersebut berhasil menyudutkan Asy-Syaikh, beliau pun berpindah ke ‘Uyainah dan beliau tawarkan dakwahnya kepada pemimpin ‘Uyainah yang ketika itu pemimpinnya adalah Utsman bin Ma’mar.

Pimpinan ‘Uyainah pun menyambut beliau, membantunya, mendukungnya dan bersama dengan beliau menghancurkan kubah Zaid bin Al-Khatthab dan menghancurkan beberapa kubah serta kubur yang dibangun, bahkan bersama beliau merajam seorang wanita yang datang mengaku telah berzina padahal dia muhshan (telah pernah menikah- ed).

Ketika beliau menghancurkan kubah dan melakukan rajam dalam masalah zina, maka menjadi masyhurlah perkara beliau dan tersiarlah reputasi baik beliau. Masyarakat pun mendengar tentang beliau, dan berdatangan dari berbagai daerah sekitarnya membantu beliau sehingga semakin besarlah kekuatan beliau.

Kemudian, sampailah berita perbuatan Asy-Syaikh menghancurkan kubah dan kubur serta penegakan hukum had kepada pemerintah Ahsa’ dan sekutu-sekutunya. Hal ini membuat pemerintah Ahsa’ merasa khawatir terhadap kerajaannya dan memerintahkan kepada Utsman bin Ma’mar untuk membunuh Asy-Syaikh atau mengusirnya dari ‘Uyainah. Jika tidak dilakukan, maka akan diputus upeti darinya. Maka Utsman bin Ma’mar akhirnya menerima desakan ini dan memerintahkan Asy-Syaikh agar keluar dari ‘Uyainah dan beliaupun keluar darinya menuju Dir’iyyah. Hal itu terjadi pada tahun 1158 H.

Di Dir’iyyah beliau singgah sebagai tamu Muhammad bin Suwailim Al-‘Uraini, lantas pemimpin Dir’iyyah Muhammad bin Su’ud mengetahui akan kedatangan Asy-Syaikh. Dan disebutkan bahwa yang memberitahukan kedatangan Asy-Syaikh adalah isteri Ibn Su’ud sendiri.

Beberapa orang shalih mendatangi wanita tersebut dan berkata kepadanya,
“Beritahukan kepada Muhammad (Ibn Su’ud –ed) tentang orang ini! Semangatilah dia untuk mau membelanya dan beri motivasi kepadanya agar mau mendukung serta membantunya.”

Istri Muhammad adalah seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa. Ketika sang amir Muhammad bin Su’ud pemimpin Dir’iyyah dan sekitarnya masuk menemui istrinya, istrinya pun berkata kepadanya,

“Bergembiralah dengan ghanimah (anugerah) yang besar ini. Ini adalah ghanimah yang Allah kirimkan kepadamu, seorang lelaki yang menyeru kepada agama Allah, menyeru kepada Kitabullah, menyeru kepada sunnah Rasulullah. Sungguh betapa ghanimah yang begitu besar. Bersegeralah menerimanya, bersegeralah menolongnya, dan jangan kamu berhenti saja dalam hal itu selamanya.”

Sang amir pun menerima saran istrinya dan sungguh bagus apa yang dilakukannya rahimahullah. Amir pergi ke kediaman Muhammad bin Suwailim Al-‘Uraini dan berkata kepada Asy-Syaikh,

“Bergembiralah dengan pertolongan dan bergembiralah dengan keamanan.”

Maka Asy-Syaikh berkata kepadanya,

“Dan Anda juga bergembiralah dengan pertolongan, bergembiralah dengan kekokohan dan kesudahan yang terpuji. Ini adalah agama Allah, siapa yang menolongnya niscaya Allah akan menolongnya. Siapa yang mendukungnya niscaya Allah akan mendukungnya.”

Kemudian amir berkata kepada Asy-Syaikh,

“Aku akan membaiatmu di atas agama Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan Allah. Akan tetapi aku khawatir jika kami telah mendukungmu dan membantumu lantas Allah memenangkanmu atas musuh-musuh Islam lantas engkau menginginkan selain bumi kami dan berpindah dari kami ke tempat lain.”

Maka Asy-Syaikh menanggapinya,

“Bentangkan tanganmu, aku akan membaiatmu bahwa darah dibalas dengan darah, kehancuran dengan kehancuran dan aku membaiatmu untuk tetap tinggal bersama kalian dan aku tidak akan keluar dari negerimu selamanya.”

Demikianlah, Asy-Syaikh tinggal di Dir’iyyah dalam keadaan dihormati dan didukung sepenuhnya, menyeru kepada tauhid dan memperingatkan dari syirik. Orang-orang pun berdatangan, baik secara berkelompok maupun individu. Beliau mengajarkan aqidah, Al-Qur’an Al-Karim, tafsir, fikih, hadits, musthalah hadits, berbagai ilmu bahasa Arab dan tarikh.

Beliau biasa berkirim surat dengan para ulama dan umara dari berbagai negeri dan penjuru, menyeru mereka kepada agama Allah sehingga tersebarlah dakwah beliau. Setelah itu semakin banyaklah kedengkian, mereka lantas berhimpun dan bersatu menentang beliau. Maka amir mengobarkan jihad dengan pedang dan tombak, dan peristiwa itu terjadi pada tahun 1158 H.

Asy-Syaikh membantunya sampai akhirnya dakwah beliau tersebar menyeluruh sampai ke penjuru alam dan gaungnya masih senantiasa bergema sampai hari ini.

4. Sanjungan para ulama terhadap beliau

Para ulama betul-betul mengenal Imam ini dan memberikan pujian kepadanya, bahkan mereka sampai menulis biografi tentangnya. Di antara mereka adalah Asy-Syaikh Husain bin Ghanam. Beliau banyak menulis tentang Asy-Syaikh, memujinya dan menyebutkan kisah perjalanan hidupnya dalam kitab Raudhatul Anzhar wal Afham.

Di antara mereka juga Asy-Syaikh Utsman bin Bisyr, yang memujinya dalam kitab ‘Unwanul Majdi fi Tarikhi Majdin, dan Asy-Syaikh Mas’ud An-Nadqi menulis tentang beliau dalam kitab yang diberi judul Al-Mushlih Al-Mazhlum.

Di antara yang memuji beliau juga orang alimnya Yaman yaitu Muhammad bin Isma’il Al-Amir Ash-Shan’ani dalam sebuah qoshidah panjang yang awalnya:

“Salam bagi Najd dan orang yang tinggal di Najd
Meskipun salamku dari kejauhan ini tiada berguna
Sungguh aku telah mendatangkan siraman kehidupan dari kaki bukit Shan’a
Dia didik dan dia hidupkan dengan tertawanya guntur
Aku berjalan seperti orang yang digerakkan mencari angin, jika kuberjalan
Wahai putera Najd kapan engkau akan beranjak dari Najd
Perjalananmu dan para penduduk Najd mengingatkanku akan Najd
Sungguh sepak terjangmu menjadikanku semakin cinta
Selamanya, dan bertanyalah kepadaku tentang seorang alim yang singgah di negeri Najd
Dengannya terpetunjuk orang yang dulunya sesat dari jalan yang lurus
Muhammad yang memberikan petunjuk kepada sunnah Ahmad
Alangkah indahnya yang memberi petunjuk dan alangkah indahnya yang diberi petunjuk.”

Sampai beliau berkata,

“Sungguh telah datang berita darinya bahwa dia
mengembalikan kepada kita syariat yang mulia
dengan apa yang ditampakkannya
Dan dia sebarkan secara terang-terangan apa
yang disembunyikan oleh setiap orang bodoh
Dan ahli bid’ah, sehingga sesuailah dengan apa yang aku punya
Dia dirikan tiang-tiang syari’at yang dulunya roboh
Monumen-monumen yang padanya manusia tersesat dari petunjuk
Dengannya mereka mengembalikan makna Suwa dan yang semisalnya
Yaghuts dan Wadd, betapa jelek Wadd itu
Sungguh mereka menyebut-nyebut namanya ketika terjadi kesusahan
Sebagaimana seorang yang terpepet memanggil Dzat
tempat bergantung lagi Maha Esa
Betapa banyak sembelihan yang mereka persembahkan di pelatarannya
disembelih untuk selain Allah secara terang-terangan disengaja
betapa banyak orang yang thawaf di sekitar kubur sambil mencium
dan mengusap pojok-pojoknya dengan tangan”
(Diwan Ash-Shan’ani, hal 128-129)

Di antara ulama yang memuji beliau juga Al-‘Allamah Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani tokoh hakim di wilayah Yaman sebagaimana dalam kitabnya Al-Badru Ath-Thali’ tentang biografi Ghalib bin Musa’id sang amir Mekkah. Beliau berkata dalam komentarnya terhadap sebagian risalah Asy-Syaikh,

“Itu merupakan risalah-risalah yang bagus yang memuat dalil-dalil Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan bahwa yang menjawabnya merupakan ulama peneliti yang benar-benar paham terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah.”

Kemudian beliau melantunkan sajak-sajak kesedihan setelah wafatnya syaikh.

Al-‘Allamah Ibnu Badran berkata tentang beliau dalam kitabnya Al-Madkhal hal. 447,

“Seorang alim yang komitmen terhadap atsar dan imam yang besar, Muhammad bin Abdul Wahhab. Beliau melakukan rihlah untuk menuntut ilmu dan para ahli hadits di masanya memberikan ijazah kepada beliau untuk meriwayatkan kitab-kitab hadits dan yang lainnya. Ketika kantong penyimpanannya telah penuh dari atsar dan ilmu sunnah, serta menguasai mazhab Ahmad, beliau mulai membela al-haq dan memerangi bid’ah, serta menentang ajaran yang disusupkan oleh orang-orang bodoh ke dalam agama ini.”

Adapun ulama masa kini yang memberikan sanjungan kepada beliau di antaranya Asy-Syaikh Ibnu Baaz, Asy-Syaikh Al-Albani, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan guru kami Al-Wadi’i rahimahumullah.

Dan di sini aku senang menyebutkan sebagian pujian guruku Al-Imam Al-Wadi’i terhadap Asy-Syaikh Al-Imam Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah ditanya -sebagaimana dalam Al-Mushara’ah hal. 400- tentang dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maka beliau berkata,

“Adapun dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sungguh merupakan dakwah yang diberkahi. Dan jika engkau membaca kitab beliau Kitab At-Tauhid, maka engkau akan dapati beliau berdalil dengan Al-Qur’an dan hadits nabi. Sama saja apakah dalam bab menggantungkan jimat-jimat dan rajah-rajah, bab berdoa kepada selain Allah, ataupun dalam bab peringatan keras dari membangun kubur. Engkau dapati beliau berdalil dengan ayat Al-Qur’an atau hadits nabi, sungguh Allah telah memberikan manfaat kepada Islam dan muslimin dengan sebab dakwah beliau…”.

Sampai beliau berkata,

“Maksudnya bahwa dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dirasakan manfaatnya oleh kaum muslimin. Betapa banyak kaum muslimin yang Allah selamatkan dari kesesatan, bid’ah dan khurafat dengan sebab kitab-kitab beliau rahimahullah”.

Beliau berkata pada hal 402,

“Siapa yang ingin mengetahui dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab maka aku nasehatkan untuk membaca Ad-Durar As-Saniyah sehingga seakan ia duduk mendampingi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Kami nasihatkan sebelumnya untuk membaca kitab-kitab beliau dan setelah itu kami nasihatkan agar membaca Ad-Durar As-Saniyyah agar engkau ketahui risalah-risalah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Sungguh beliau adalah seorang yang melakukan perbaikan, tetapi banyak difitnah.”

Beliau berkata pada hal 410,

“Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah imam yang memberi petunjuk”.

Juga pada hal 412 beliau ditanya tentang penyebutan kata Syaikhul Islam bagi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab apakah itu berlebihan atau memang berhak beliau menyandangnya? Maka beliau menjawab,

“Nampaknya beliau memang berhak menyandangnya. Sungguh Allah telah memberikan manfaat kebaikan yang banyak dengan sebab dakwahnya. Allah berkahi dakwahnya dan kaum muslimin mengambil manfaat darinya. Wallahul musta’an (Dan Allah-lah Tempat Meminta Pertolongan –ed.)”

5. Guru-guru beliau

a. Ayah beliau sendiri Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman
b. Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif, yaitu ayah Asy-Syaikh Ibrahim bin Abdullah pengarang kitab Al-‘Adzbu Al-Faidh fi ‘Ilmil Faraidh.
c. Asy-Syaikh Muhammad Hayah bin Ibrahim As-Sindi
d. Asy-Syaikh Muhammad Al-Majmu’i Al-Bashri
e. Asy-Syaikh Musnid Abdullah bin Salim Al-Bashri
f. Asy-Syaikh Abdul Lathif Al-Afaliqi Al-Ahsa’i

6. Murid-murid beliau

a. Al-Imam Abdul Aziz bin Su’ud
b. Al-Amir Su’ud bin Abdul Aziz bin Sulaiman
c. Putra-putra beliau sendiri, Asy-Syaikh Husain, Asy-Syaikh Ali, Asy-Syaikh Abdullah dan Asy-Syaikh Ibrahim.
d. Cucu beliau Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan, penulis kitab Fathul Majid
e. Asy-Syaikh Muhammad bin Nashir bin Ma’mar
f. Asy-Syaikh Abdullah Al-Hushain
g. Asy-Syaikh Husain bin Ghannam

7. Karya-karya beliau

Beliau mempunyai banyak karya tulis yang dengannya Allah berikan manfaat kepada alam islami, di antaranya:
a. Kitabut Tauhid
b. Ushulul Iman
c. Kasyfusy Syubhat
d. Tsalatsatul Ushul
e. Mufidul Mustafid fi Kufri Tarikit Tauhid
f. Mukhtashar Fathul Bari
g. Mukhtashar Zadul Ma’ad
h. Masa’il Jahiliyyah
i. Fadhailush Shalah
j. Kitabul Istimbath
k. Risalah Ar-Radd ‘ala Ar-Rafidhah, yaitu risalah ini.
l. Majmu’atul Hadits dan sebagian besarnya telah tercetak dalam kumpulan karya-karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab pada tahun 1398 H di Riyadh di bawah pengawasan Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud.

8. Wafat beliau

Beliau rahimahullah wafat pada hari Jum’at di akhir bulan Dzulqa’dah tahun 1206 H pada umur 71 tahun setelah melakukan jihad yang panjang, berdakwah menyerukan kebaikan, mengadakan perbaikan, menyebarkan ilmu dan pengajaran. Kemudian beliau dimakamkan di pekuburan Dir’iyyah, semoga rahmat Allah terlimpah atasnya. Banyak dari para penyair yang melantunkan bait-bait kesedihannya, di antara mereka adalah:

– Asy-Syaukani dalam qasidahnya yang panjang, di antara ucapannya,

“Musibah menimpa kalbuku, berkobar kegundahanku
Dia mengenai titik mematikanku dengan anak panah yang sangat menyakitkan
Dunia tertimpa musibah dengan kepergiannya, menjadi berdebu wajahnya
Dan meninggi bendera-bendera suatu kaum yang dulunya rendah
Sungguh telah wafat gunungnya ilmu, poros penggiling tertinggi
Dan pusat peredaran orang-orang terkemuka lagi mulia
Imamnya petunjuk, penghapus kebodohan, pembungkam kezhaliman
Dan penghilang dahaga dari luapan ilmu…
Muhammad pemilik kemuliaan yang begitu mulia apa yang telah dicapainya
Dan agung kedudukannya untuk bisa disusul oleh orang yang menghambatnya
Sungguh Najd menjadi bercahaya dengan pancaran sinarnya
Dan tegaklah tempat-tempat petunjuk dengan dalil-dalilnya
Tertimpa musibah dengan kepergiannya, terlepas nafas terakhir ruhku
Dan untuk memikul beban ini, terasa lelah punggung bawah dan punggung atasku
Sadarlah wahai orang yang mencela Asy-Syaikh apa yang engkau cela darinya
Sungguh engkau telah mencela suatu kebenaran
Lantas engkau pergi membawa kebatilan
Sadarlah kalian, sadarlah dia bukannya seorang penyeru
Kepada agama nenek moyang dan kabilahnya
Dia hanya menyeru kepada Kitabullah dan sunnah yang
Datang membawanya Thaha , Nabi, sebaik-baik orang yang berbicara

(Silahkan melihat Diwan Asy-Syaukani hal. 160 cet. Darul Fikr)

– Asy-Syaikh Husain bin Ghannam juga melantunkan bait kesedihannya dalam qasidah panjang yang mana awalnya:

Hanya kepada Allah kami memohon untuk menyingkap segala kesusahan
Dan tiada tempat memohon selain kepada Allah Al-Muhaimin
Telah tenggelam mataharinya pengetahuan dan petunjuk
Sehingga mengalirlah darah di pipi dan bercucuranlah air mataku
Seorang imam yang manusia tertimpa musibah dengan kehilangannya
Dan terus mengelilingi mereka berbagai musibah menyakitkan dengan perpisahannya
Menjadi kelam segala penjuru negeri sebab kematiannya
Dan menimpa mereka kesulitan mengerikan yang menyedihkan
Sebuah bintang yang jatuh dari ufuk dan langitnya
Sebuah bintang yang terkubur di tanah berlembah sunyi
Bintang keberuntungan yang bersinar cahayanya
Dan bulan purnama yang mempunyai tempat terbit di tempat sebelah kanan
Dan waktu subuh yang sinarnya menerangi manusia
Sehingga kelamnya kegelapan setelah itu menjadi lenyap

(Dinukil untuk blog www.ulamasunnah.wordpress.com dari Sumber: Ar-Radd ‘alal Rafidhah, tahqiq Abdurrazzaq An-Nahmi)

http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/02/04/biografi-asy-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab/

Leave a Reply